PENDIDIKAN KARAKTER ANTI KORUPSI GERAKAN KERJASAMA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI ~ Tentangku

Kamis, 03 Juli 2014

PENDIDIKAN KARAKTER ANTI KORUPSI GERAKAN KERJASAMA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI


TUGAS
MATA KULIAH PENDIDIKAN KARAKTER ANTI KORUPSI
GERAKAN KERJASAMA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI
DOSEN : Yulia Palupi Mpd










Disusun Oleh :


  1. Budi Haryadi ( 11012008)




JURUSAN PPB SEMESTER VI A/RI
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI WATES
2014


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat, hidayah serta inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah GERAKAN KERJASAMA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI
Dalam melakukan penyusunan Laporan ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas Laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kritik dan saran bersifat membangun demi peningkatan dari semua pihak akan penulis terima dengan senang hati agar dapat menjadi masukan bagi penulis kedepannya.Penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya untuk menambah ilmu pengetahuan. Amin



Yogyakarta, 02 April 2014




Penulis







Gerakan, Kerjasama dan Instrumen Internasional
Pencegahan Korupsi

Pokok Bahasan
Gerakan-gerakan, kerjasama dan beberapa instrumen internasional pencegahan korupsi


Sub Pokok Bahasan
1. Gerakan dan Kerjasama Internasional Pencegahan Korupsi;
2. Instrumen Internasional Pencegahan Korupsi;
3. Pencegahan Korupsi : Belajar dari Negara Lain;
  1. Arti Penting Ratifikasi Konvensi Anti-korupsi Bagi Indonesia.


































Gerakan, Kerjasama dan Instrumen Internasional
Pencegahan Korupsi

Korupsi adalah salah satu masalah dan tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat internasional pada saat ini. Korupsi tidak hanya mengancam pemenuhan hak-hak dasar manusia dan menyebabkan macetnya demokrasi dan proses demokratisasi, namun juga mengancam pemenuhan hak asasi manusia, merusak lingkungan hidup, menghambat pembangunan dan meningkatkan angka kemiskinan jutaan orang di seluruh dunia.
Keinginan masyarakat internasional untuk memberantas korupsi dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang lebih baik, lebih bersih dan lebih bertanggung-jawab sangat besar. Keinginan ini hendak diwujudkan tidak hanya di sektor publik namun juga di sektor swasta. Gerakan ini dilakukan baik oleh organisasi internasional maupun Lembaga Swadaya Internasional (International NGOs). Berbagai gerakan dan kesepakatan-kesepakatan internasional ini dapat menunjukkan keinginan masyarakat internasional untuk memberantas korupsi. Gerakan masyarakat sipil (civil society) dan sektor swasta di tingkat internasional patut perlu diperhitungkan, karena mereka telah dengan gigih berjuang melawan korupsi yang membawa dampak negatif rusaknya perikehidupan umat manusia.
Menurut Jeremy Pope, agar strategi pemberantasan korupsi berhasil, penting sekali melibatkan masyarakat sipil. Upaya apapun yang dilakukan untuk mengembangkan strategi anti korupsi tanpa melibatkan masyarakat sipil akan sia-sia karena umumnya negara yang peran masyarakat sipilnya rendah, tingkat korupsinya akan tinggi (Pope: 2003)












A. GERAKAN ORGANISASI INTERNASIONAL
1.Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations)
Setiap 5 (lima) tahun, secara regular Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) menyelenggarakan Kongres tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap Penjahat atau sering disebut United Nation Congress on Prevention on Crime and Treatment of Offenders. Pada kesempatan pertama, Kongres ini diadakan di Geneva pada tahun 1955. Sampai saat ini kongres PBB ini telah terselenggara 12 kali. Kongres yang ke-12 diadakan di Salvador pada bulan April 2010. Dalam Kongres PBB ke-10 yang diadakan di Vienna (Austria) pada tahun 2000, isu mengenai Korupsi menjadi topik pembahasan yang utama. Dalam introduksi di bawah tema International Cooperation in Combating Transnational Crime: New Challenges in the Twenty-first Century dinyatakan bahwa tema korupsi telah lama menjadi prioritas pembahasan. Untuk itu the United Nations Interregional Crime and Justice Research Institute (UNICRI) telah dipercaya untuk menyelenggarakan berbagai macam workshop dalam rangka mempersiapkan bahan-bahan dalam rangka penyelenggaraan Kongres PBB ke-10 yang diadakan di Vienna tersebut.
Dalam resolusi 54/128 of 17 December 1999, di bawah judul “Action against Corruption”, Majelis Umum PBB menegaskan perlunya pengembangan strategi global melawan korupsi dan mengundang negara-negara anggota PBB untuk melakukan review terhadap seluruh kebijakan serta peraturan perundang-undangan domestik masing-masing negara untuk mencegah dan melakukan kontrol terhadap korupsi.
Pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan pendekatan multi-disiplin (multi-disciplinary approach) dengan memberikan penekanan pada aspek dan dampak buruk dari korupsi dalam berbagai level atau tingkat. Pemberantasan juga dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan pencegahan korupsi baik tingkat nasional maupun internasional, mengembangkan cara atau praktek pencegahan serta memberikan contoh pencegahan korupsi yang efektif di berbagai negara. Beragam rekomendasi baik untuk pemerintah, aparat penegak hukum, parlemen (DPR), sektor privat dan masyarakat sipil (civil-society) juga dikembangkan.
Pelibatan lembaga-lembaga donor yang potensial dapat membantu pemberantasan korupsi harus pula terus ditingkatkan. Perhatian perlu diberikan pada cara-cara yang efektif untuk meningkatkan resiko korupsi atau meningkatkan kemudahan menangkap seseorang yang melakukan korupsi. Kesemuanya harus disertai dengan a) kemauan politik yang kuat dari pemerintah (strong political will); b) adanya keseimbangan kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif dan peradilan; c) pemberdayaaan masyarakat sipil; serta d) adanya media yang bebas dan independen yang dapat memberikan akses informasi pada publik.
Dalam Global Program against Corruption dijelaskan bahwa korupsi dapat diklasifikasi dalam berbagai tingkatan. Sebagai contoh korupsi dapat dibedakan menjadi petty corruption, survival corruption, dan grand corruption. Dengan ungkapan lain penyebab korupsi dibedakan menjadi corruption by need, by greed dan by chance. Korupsi dapat pula dibedakan menjadi ‘episodic’ dan ‘systemic’ corruption. Masyarakat Eropa menggunakan istilah ‘simple’ and ‘complex’ corruption. Menurut tingkatan atau level-nya korupsi juga dibedakan menjadi street, business dan top political and financial corruption. Dalam membahas isu korupsi, perhatian juga perlu ditekankan pada proses supply dan demand, karena korupsi melibatkan setidaknya 2 (dua) pihak. Ada pihak yang menawarkan pembayaran atau menyuap untuk misalnya mendapatkan pelayanan yang lebih baik atau untuk mendapatkan kontrak dan pihak yang disuap.
Dinyatakan dalam Kongres PBB ke-10 bahwa perhatian perlu ditekankan pada apa yang dinamakan Top-Level Corruption. Berikut dapat dilihat pernyataan tersebut:
Top-level corruption is often controlled by hidden networks and represents the sum of various levels and types of irregular behavior, including abuse of power, conflict of interest, extortion, nepotism, tribalism, fraud and corruption. It is the most dangerous type of corruption and the one that causes the most serious damage to the country or countries involved. In developing countries, such corruption may undermine economic development through a number of related factors: the misuse or waste of international aid; unfinished development projects; discovery and replacement of corrupt politicians, leading to political instability; and living standards remaining below the country’s potential (Tenth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, Vienna, 10-17 April 2000).
Melihat pernyataan di atas, masyarakat internasional menganggap bahwa top-level corruption adalah jenis atau tipe korupsi yang paling berbahaya. Kerusakan yang sangat besar dalam suatu negara dapat terjadi karena jenis korupsi ini. Ia tersembunyi dalam suatu network atau jejaring yang tidak terlihat secara kasat mata yang meliputi penyalahgunaan kekuasaan, konflik kepentingan, pemerasan, nepotisme, tribalisme, penipuan dan korupsi. Tipe korupsi yang demikian sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu negara, terutama negara berkembang.


2.Bank Dunia (World Bank)
Setelah tahun 1997, tingkat korupsi menjadi salah satu pertimbangan atau prakondisi dari bank dunia (baik World Bank maupun IMF) memberikan pinjaman untuk negara-negara berkembang. Untuk keperluan ini, World Bank Institute mengembangkan Anti-Corruption Core Program yang bertujuan untuk menanamkan awareness mengenai korupsi dan pelibatan masyarakat sipil untuk pemberantasan korupsi, termasuk menyediakan sarana bagi negara-negara berkembang untuk mengembangkan rencana aksi nasional untuk memberantas korupsi. Program yang dikembangkan oleh Bank Dunia didasarkan pada premis bahwa untuk memberantas korupsi secara efektif, perlu dibangun tanggung jawab bersama berbagai lembaga dalam masyarakat. Lembaga-lembaga yang harus dilibatkan diantaranya pemerintah, parlemen, lembaga hukum, lembaga pelayanan umum, watchdog institution seperti public-auditor dan lembaga atau komisi pemberantasan korupsi, masyarakat sipil, media dan lembaga internasional (Haarhuis : 2005).
Oleh Bank Dunia, pendekatan untuk melaksanakan program anti korupsi dibedakan menjadi 2 (dua) yakni (Haarhuis : 2005), pendekatan dari bawah (bottom-up) dan pendekatan dari atas (top-down).
Pendekatan dari bawah berangkat dari 5 (lima) asumsi yakni a) semakin luas pemahaman atau pandangan mengenai permasalahan yang ada, semakin mudah untuk meningkatkan awareness untuk memberantas korupis; b) network atau jejaring yang baik yang dibuat oleh World Bank akan lebih membantu pemerintah dan masyarakat sipil (civil society). Untuk itu perlu dikembangkan rasa saling percaya serta memberdayakan modal sosial (social capital) dari masyarakat; c) perlu penyediaan data mengenai efesiensi dan efektifitas pelayanan pemerintah melalui corruption diagnostics. Dengan penyediaan data dan pengetahuan yang luas mengenai problem korupsi, reformasi administratif-politis dapat disusun secara lebih baik. Penyediaan data ini juga dapat membantu masyarakat mengerti bahaya serta akibat buruk dari korupsi; d) pelatihan-pelatihan yang diberikan, yang diambil dari toolbox yang disediakan oleh World Bank dapat membantu mempercepat pemberantasan korupsi. Bahan-bahan yang ada dalam toolbox harus dipilih sendiri oleh negara di mana diadakan pelatihan, karena harus menyesuaikan dengan kondisi masing-masing negara; dan e) rencana aksi pendahuluan yang dipilih atau dikonstruksi sendiri oleh negara peserta, diharapkan akan memiliki trickle-down effect dalam arti masyarakat mengetahui pentingnya pemberantasan korupsi.
Untuk pendekatan dari atas atau top-down dilakukan dengan melaksanakan reformasi di segala bidang baik hukum, politik, ekonomi maupun administrasi pemeritahan. Corruption is a symptom of a weak state and weak institution (Haarhuis : 2005), sehingga harus ditangani dengan cara melakukan reformasi di segala bidang. Pendidikan Anti Korupsi adalah salah satu strategi atau pendekatan bottom-up yang dikembangkan oleh World Bank untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya korupsi








3.OECD (Organization for Economic Co-Operation and Development
Setelah ditemuinya kegagalan dalam kesepakatan pada konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada sekitar tahun 1970-an, OECD, didukung oleh PBB mengambil langkah baru untuk memerangi korupsi di tingkat internasional. Sebuah badan pekerja atau working group on Bribery in International Business Transaction didirikan pada tahun 1989.
Pada awalnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan OECD hanya melakukan perbandingan atau me-review konsep, hukum dan aturan di berbagai negara dalam berbagai bidang tidak hanya hukum pidana, tetapi juga masalah perdata, keuangan dan perdagangan serta hukum administrasi
Tahun 1997, Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business Transaction disetujui. Tujuan dikeluarkannya instrumen ini adalah untuk mencegah dan memberantas tindak pidana suap dalam transaksi bisnis internasional. Konvensi ini menghimbau negara-negara untuk mengembangkan aturan hukum, termasuk hukuman (pidana) bagi para pelaku serta kerjasama internasional untuk mencegah tindak pidana suap dalam bidang ini. Salah satu kelemahan dari konvensi ini adalah hanya mengatur apa yang disebut dengan ’active bribery’, ia tidak mengatur pihak yang pasif atau ’pihak penerima’ dalam tindak pidana suap. Padahal dalam banyak kesempatan, justru mereka inilah yang aktif berperan dan memaksa para penyuap untuk memberikan sesuatu
4.Masyarakat Uni Eropa
Di negara-negara Uni Eropa, gerakan pemberantasan korupsi secara internasional dimulai pada sekitar tahun 1996. Tahun 1997, the Council of Europe Program against Corruption menerima kesepakatan politik untuk memberantas korupsi dengan menjadikan isu ini sebagai agenda prioritas. Pemberantasan ini dilakukan dengan pendekatan serta pengertian bahwa: karena korupsi mempunyai banyak wajah dan merupakan masalah yang kompleks dan rumit, maka pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan pendekatan multi-disiplin; monitoring yang efektif, dilakukan dengan kesungguhan dan komprehensif serta diperlukan adanya fleksibilitas dalam penerapan hukum (de Vel and Csonka : 2002).
Pada tahun 1997, komisi menteri-menteri negara-negara Eropa mengadopsi 20 Guiding Principles untuk memberantas korupsi, dengan mengidentifikasi area-area yang rawan korupsi dan meningkatkan cara-cara efektif dan strategi pemberantasannya. Pada tahun 1998 dibentuk GRECO atau the Group of States against Corruption yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas negara anggota memberantas korupsi. Selanjutnya negara-negara Uni Eropa mengadopsi the Criminal Law Convention on Corruption, the Civil Law Convention on Corruption dan Model Code of Conduct for Public Officials.

B. GERAKAN LEMBAGA SWADAYA INTERNASIONAL
1. Transparency International
Transparency International (TI) adalah sebuah organisasi internasional non-pemerintah yang memantau dan mempublikasikan hasil-hasil penelitian mengenai korupsi yang dilakukan oleh korporasi dan korupsi politik di tingkat internasional .TI berkantor pusat di Berlin, Jerman, didirikan pada sekitar bulan Mei 1993 melalui inisiatif Peter Eigen, seorang mantan direktur regional Bank Dunia (World Bank). Pada tahun 1995, TI mengembangkan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index). CPI membuat peringkat tentang prevalensi korupsi di berbagai negara, berdasarkan survei yang dilakukan terhadap pelaku bisnis dan opini masyarakat yang diterbitkan setiap tahun dan dilakukan hampir di 200 negara di dunia. CPI disusun dengan memberi nilai atau score pada negara-negara mengenai tingkat korupsi dengan range nilai antara 1-10. Nilai 10 adalah nilai yang tertinggi dan terbaik sedangkan semakin rendah nilainya, negara dianggap atau ditempatkan sebagai negara-negara yang tinggi angka korupsinya


2.TIRI
TIRI (Making Integrity Work) adalah sebuah organisasi independen internasional non-pemerintah yang memiliki head-office di London, United Kingdom dan memiliki kantor perwakilan di beberapa negara termasuk Jakarta. TIRI didirikan dengan keyakinan bahwa dengan integritas, kesempatan besar untuk perbaikan dalam pembangunan berkelanjutan dan merata di seluruh dunia akan dapat tercapai. Misi dari TIRI adalah memberikan kontribusi terhadap pembangunan yang adil dan berkelanjutan dengan mendukung pengembangan integritas di seluruh dunia. TIRI berperan sebagai katalis dan inkubator untuk inovasi baru dan pengembangan jaringan. Organisasi ini bekerja dengan pemerintah, kalangan bisnis, akademisi dan masyarakat sipil, melakukan sharing keahlian dan wawasan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan praktis yang diperlukan untuk mengatasi korupsi dan mempromosikan integritas. TIRI memfokuskan perhatiannya pada pencarian hubungan sebab akibat antara kemiskinan dan tata pemerintahan yang buruk
Salah satu program yang dilakukan TIRI adalah dengan membuat jejaring dengan universitas untuk mengembangkan kurikulum Pendidikan Integritas dan/atau Pendidikan Anti Korupsi di perguruan tinggi. Jaringan ini di Indonesia disingkat dengan nama I-IEN yang kepanjangannya adalah Indonesian-Integrity Education Network. TIRI berkeyakinan bahwa dengan mengembangkan kurikulum Pendidikan Integritas dan/atau Pendidikan Anti Korupsi, mahasiswa dapat mengetahui bahaya laten korupsi bagi masa depan bangsa.














C. INSTRUMEN INTERNASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI
1. United Nations Convention against Corruption (UNCAC).
Salah satu instrumen internasional yang sangat penting dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah United Nations Convention against Corruption yang telah ditandatangani oleh lebih dari 140 negara. Penandatanganan pertama kali dilakukan di konvensi internasional yang diselenggarakan di Mérida, Yucatán, Mexico, pada tanggal 31 Oktober 2003.
Beberapa hal penting yang diatur dalam konvensi adalah :
a. Masalah pencegahan
Tindak pidana korupsi dapat diberantas melalui Badan Peradilan. Namun menurut konvensi ini, salah satu hal yang terpenting dan utama adalah masalah pencegahan korupsi. Bab yang terpenting dalam konvensi didedikasikan untuk pencegahan korupsi dengan mempertimbangkan sektor publik maupun sektor privat (swasta). Salah satunya dengan mengembangkan model kebijakan preventif seperti :
pembentukan badan anti-korupsi;
peningkatan transparansi dalam pembiayaan kampanye untuk pemilu dan partai politik;
promosi terhadap efisiensi dan transparansi pelayanan publik;
rekrutmen atau penerimaan pelayan publik (pegawai negeri) dilakukan berdasarkan prestasi;
adanya kode etik yang ditujukan bagi pelayan publik (pegawai negeri) dan mereka harus tunduk pada kode etik tsb.;
transparansi dan akuntabilitas keuangan publik;
penerapan tindakan indisipliner dan pidana bagi pegawai negeri yang korup;
dibuatnya persyaratan-persyaratan khusus terutama pada sektor publik yang sangat rawan seperti badan peradilan dan sektor pengadaan publik;



b. Kriminalisasi
Hal penting lain yang diatur dalam konvensi adalah mengenai kewajiban negara untuk mengkriminalisasi berbagai perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi termasuk mengembangkan peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan hukuman (pidana) untuk berbagai tindak pidana korupsi. Perbuatan yang dikriminalisasi tidak terbatas hanya pada tindak pidana penyuapan dan penggelapan dana publik, tetapi juga dalam bidang perdagangan, termasuk penyembunyian dan pencucian uang (money laundring) hasil korupsi. Konvensi juga menitikberatkan pada kriminalisasi korupsi yang terjadi di sektor swasta.

c. Kerjasama internasional
Kerjasama internasional dalam rangka pemberantasan korupsi adalah salah satu hal yang diatur dalam konvensi. Negara-negara yang menandatangani konvensi ini bersepakat untuk bekerja sama dengan satu sama lain dalam setiap langkah pemberantasan korupsi, termasuk melakukan pencegahan, investigasi dan melakukan penuntutan terhadap pelaku korupsi. Negara-negara yang menandatangani Konvensi juga bersepakat untuk memberikan bantuan hukum timbal balik dalam mengumpulkan bukti untuk digunakan di pengadilan serta untuk mengekstradisi pelanggar. Negara-negara juga diharuskan untuk melakukan langkah-langkah yang akan mendukung penelusuran, penyitaan dan pembekuan hasil tindak pidana korupsi.

d. Pengembalian aset-aset hasil korupsi
Prinsip dasar dalam konvensi adalah kerjasama dalam pengembalian aset-aset hasil korupsi terutama yang dilarikan dan disimpan di negara lain. Hal ini merupakan isu penting bagi negara-negara berkembang yang tingkat korupsinya sangat tinggi. Kekayaan nasional yang telah dijarah oleh para koruptor harus dapat dikembalikan karena untuk melakukan rekonstruksi dan rehabilitasi, terutama di negara-negara berkembang, diperlukan sumber daya serta modal yang sangat besar. Modal ini dapat diperoleh dengan pengembalian kekayaan negara yang diperoleh dari hasil korupsi. Untuk itu negara-negara yang menandatangani konvensi harus menyediakan aturan-aturan serta prosedur guna mengembalikan kekayaan tersebut, termasuk aturan dan prosedur yang menyangkut hukum dan rahasia perbankan.

2. Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business Transaction
Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business Transaction adalah sebuah konvensi internasional yang dipelopori oleh OECD. Konvensi Anti Suap ini menetapkan standar-standar hukum yang mengikat (legally binding) negara-negara peserta untuk mengkriminalisasi pejabat publik asing yang menerima suap (bribe) dalam transaksi bisnis internasional. Konvensi ini juga memberikan standar-standar atau langkah-langkah yang terkait yang harus dijalankan oleh negara perserta sehingga isi konvensi akan dijalankan oleh negara-negara peserta secara efektif.
Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business Transaction adalah konvensi internasional pertama dan satu-satunya instrumen anti korupsi yang memfokuskan diri pada sisi ‘supply’ dari tindak pidana suap. Ada 34 negara anggota OECD dan empat negara non-anggota yakni Argentina, Brasil, Bulgaria dan Afrika Selatan yang telah meratifikasi dan mengadopsi konvensi internasional ini


D. PENCEGAHAN KORUPSI: BELAJAR DARI NEGARA LAIN


India adalah salah satu negara demokratis yang dapat dianggap cukup sukses memerangi korupsi. Meskipun korupsi masih cukup banyak ditemui, dari daftar peringkat negara-negara yang disurvey oleh Transparency Internasional (TI), India menempati ranking lebih baik daripada Indonesia.
Oleh Krishna K. Tummala dinyatakan bahwa secara teoretis korupsi yang bersifat endemik banyak terjadi di negara yang masih berkembang atau Less Developed Countries (LDCs) (Tummala : 2009) yang disebabkan karena beberapa hal yakni :
It is theorized that corruption is endemic in for various reasons: unequal access to, and disproportionate distribution of wealth among the rich and the poor; public employment as the only, or primary, source of income; fast changing norms and the inability to correspond personal life patterns with public obligations and expectations; access to power points accorded by state controls on many aspects of private lives; poor, or absent, mechanisms to enforce anti-corruption laws; general degradation of morality, or amoral life styles; lack of community sense, and so on.
Dengan mendasarkan pada pernyataan tersebut, Tummala dalam konteks India, memaparkan beberapa hal yang menurutnya penting untuk dianalisis yang menyebabkan korupsi sulit untuk diberantas (Tummala: 2009) yaitu :
Ada 2 (dua) alasan mengapa seseorang melakukan korupsi, alasan tersebut adalah kebutuhan (need) dan keserakahan (greed). Untuk menjawab alasan kebutuhan, maka salah satu cara adalah dengan menaikkan gaji atau pendapatan pegawai pemerintah. Namun cara demikian juga tidak terlalu efektif, karena menurutnya keserakahan sudah diterima sebagai bagian dari kebiasaan masyarakat. Menurutnya greed is a part of prevailing cultural norms, and it becomes a habit when no stigma is attached. Mengutip dari the Santhanam Committee ia menyatakan bahwa : in the long run, the fight against corruption will succeed only to the extent to which a favourable social climate is created. Dengan demikian iklim sosial untuk memberantas korupsi harus terus dikembangkan dengan memberi stigma yang buruk pada korupsi atau perilaku koruptif.
Materi hukum, peraturan perundang-undangan, regulasi atau kebijakan negara cenderung berpotensi koruptif, sering tidak dijalankan atau dijalankan dengan tebang pilih, dan dalam beberapa kasus hanya digunakan untuk tujuan balas dendam. Peraturan perundang-undangan hanya sekedar menjadi huruf mati yang tidak memiliki roh sama sekali.
Minimnya role-models atau pemimpin yang dapat dijadikan panutan dan kurangnya political will dari pemerintah untuk memerangi korupsi.
Kurangnya langkah-langkah konkret pemberantasan korupsi.
Lambatnya mekanisme investigasi dan pemeriksaan pengadilan sehingga diperlukan lembaga netral yang independen untuk memberantas korupsi.
Salah satu unsur yang krusial dalam pemberantasan korupsi adalah perilaku sosial yang toleran terhadap korupsi. Sulit memang untuk memformulasi perilaku seperti kejujuran dalam peraturan perundang-undangan. Kesulitan ini bertambah karena sebanyak apapun berbagai perilaku diatur dalam undang-undang, tidak akan banyak menolong selama masyarakat masih bersikap lunak dan toleran terhadap korupsi


E. ARTI PENTING RATIFIKASI KONVENSI ANTI KORUPSI BAGI INDONESIA
.
Pada tanggal 21 Nopember 2007, dengan diikuti oleh 492 peserta dari 93 negara, di Bali telah diselenggarakan konferensi tahunan kedua Asosiasi Internasional Lembaga-Lembaga Anti Korupsi (the 2nd Anual Conference and General Meeting of the International Association of Anti-Corruption Authorities/IAACA). Dalam konferensi internasional ini, sebagai presiden konferensi, Jaksa Agung RI diangkat menjadi executive member dari IAACA. Dalam konferensi ini, lobi IAACA digunakan untuk mempengaruhi resolusi negara pihak peserta konferensi supaya memihak kepada upaya praktis dan konkrit dalam asset recovery melalui StAR (Stolen Asset Recovery) initiative.
Ratifikasi Konvensi Anti Korupsi merupakan petunjuk yang merupakan komitmen nasional untuk meningkatkan citra bangsa Indonesia dalam percaturan politik internasional. Dalam Penjelasan UU No. 7 Tahun 2006 ditunjukkan arti penting dari ratifikasi Konvensi tersebut, yaitu:
untuk meningkatkan kerja sama internasional khususnya dalam melacak, membekukan, menyita, dan mengembalikan aset-aset hasil tindak pidana korupsi yang ditempatkan di luar negeri;
meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik;
meningkatkan kerja sama internasional dalam pelaksanaan perjanjian ekstradisi, bantuan hukum timbal balik, penyerahan narapidana, pengalihan proses pidana, dan kerja sama penegakan hukum;
mendorong terjalinnya kerja sama teknis dan pertukaran informasi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di bawah payung kerja sama pembangunan ekonomi dan bantuan teknis pada lingkup bilateral, regional, dan multilateral; serta
perlunya harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Dengan telah diratifikasinya konvensi internasional ini, maka pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk melaksanakan isi konvensi internasional ini dan melaporkan perkembangan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ada beberapa isu penting yang masih menjadi kendala dalam pemberantasan korupsi di tingkat internasional. Isu tersebut misalnya mengenai pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, pertukaran tersangka, terdakwa maupun narapidana tindak pidana korupsi dengan negara-negara lain, juga kerjasama interpol untuk melacak pelaku dan mutual legal assistance di antara negara-negara. Beberapa negara masih menjadi surga untuk menyimpan aset hasil tindak pidana korupsi karena sulit dan kakunya pengaturan mengenai kerahasiaan bank.
















Kesimpulan
Korupsi adalah salah satu masalah dan tantangan besar yang dihadap oleh masyarakat internasional pada saat ini. Korupsi tidak hanya mengancam pemenuhan hak-hak dasar manusia dan menyebakan macetnya demokrasi dan proses demokratisasi, namun juga mengancam pemenuhan hak-hak asasi manusia, merusak lingkugan hidup penghambat pembangunan dan meningkatkan angka kemiskinan jutaan orang diseluruh dunia. Masyarakat internasional berkeinginan untuk memberantas korupsi dalam rangka mewujudkan pemeraintahan yang baik lebih bersih dan lebih bertanggung jawab sangat besar. Keinginan ini hendaknya diwujudkan tidak hanya disektor public namun juga disektor swasta. Ada beberbagai macam gerakan atau kerja sama internasional untuk memberantas korupsi. Gerakan dan kerja sama ini dilakukan baik secara internasional melalui perserikan bangsa- bangsa, kerja sama antar Negara juga kerja sama oleh masyarakat sipil atau lembaga swadaya internasional. Sebagai lembaga pendidikan, universitas merupakan bagian dari masyarakat sipil yang memiliki peran strategis dalam mengupayakan pemberantasan korupsi.






























































1 komentar:

  1. nice. kunjungi juga ya disini
    pendidikan anti korupsi
    http://andicvantastic.blogspot.com/2015/05/pendidikan-anti-korupsi-untuk.html

    BalasHapus