Prostitusi dan permasalahan nya (PATOLOGI SOSIAL ) ~ Tentangku

Kamis, 03 Juli 2014

Prostitusi dan permasalahan nya (PATOLOGI SOSIAL )

Prostitusi dan permasalahnnya
Pelacuran atau prostitusi adalah salah satu patologi social yang merupakan keroyalan relasi seksual dalm bentuk penyerahan diri untuk pemuasan seksual dan dari perbuatan tersebut yang bersangkutan dengan imbalan. Disamping itu prostitusi dapat diartiakn dengan salah satu tingkah laku yang tidak susila atau gagal untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma susila.. oleh sebab itu pelacur yang melakukan royal dan tidak pantas, berhubungan seks dengan orang yang tidak terbatas, maka pada dirinya sering mendatangkan penyakit yang dapat berjangkit dalam dirinya maupun kepada orang lain.
Pelacuran merupakan tingkah laku lepas dan bebas tanpa kendali serta cabul,mengandung tindak pelampiasan nafsu tanpa mengenal batas kesopanan. Pelacuran selalu ada pada semua Negara yang berbudaya, sejak zaman purbakala sampai sekarang. Keberadaannya selalu menadi masalah dan patologi social, objek-objek hokum, dan tradisi. Dengan berkembangnya teknologi, industri dan kebudayaan manusia, pelacuran berkembang sejalan dengan proses tersebut dalam berbagai bentuk dan tingkatan.
Di beberapa Negara pelacuran dilarang dan diancam dengan hukuman, juga dipandang sebagai perbuatan hina oleh segenap anggota masyarakat. Namun demikian selama kegiatantersebut berupa nafsu seks yang sukar dikendalikan yang sekaligus dijadikan mata pencaharian, maka pelacuran sulit diberantas. Bahkan dengan timbulnya pelacuran, akan timbul masalah dimana pelacuran merupakan gejala patologi sejak diadakannya penataan hubungan seks dan diperlakunay norma-norma perkawinan.
Kategori pelacuran
Peristiwa pelacuran timbul akibat adanya dorongan seks yang tidak terintergrasi dengan kepribadian pelakunya. Dari impuls-impuls seks yang tidak terkendali oleh hati nurani tersebut dipakailah teknik seksual yang kasar dan provokatif dan berlangsung tanpa afeksi an perasaan emosi serta kasih saying
Perbuatan melacur dilakukan sebagai kegiatan sambilan atau pengisi waktu senggang, ataupun sebagai pekerjaan penuh (profesi). Pada tahun 60-an dinas social menggunakan istilah wanita tuna susila (WTS) bagi pelacur wanita sedangkan pelacur pria disebut gigolo. Bentuk kegiatan atau tingkah laku manusia yang termasuk dalam kategori pelacuran adalah :
  1. pergundikan, pemeliharaan istri tidak resmi, mereka hidup sebagai suamiistri, namun tanpa ikatan perkawinan atau nikah.
  2. Tante Girang. Wanita yang sudah kawin, tetapi sering melakukan perbuatan erotik dan seksual dengan pria lain secara iseng untuk pengisi waktu dengan bersenang-senang, untuk mendapatkan pengalaman seks, atau secara intersensional untuk mendapatkan penghasilan.
  3. Gadis Panggilan. Gadis atau wanita yang menyediakan diri untuk dipanggil dan dipekerjakan sebagai pelacur, melalui saluran tertentu. Pada umumnya terdiri ibu-ibu, pelayan took, pegawai, buruh, siswi sekolah, dan mahasiswi.
  4. Gadis bar. Gadis yang bekerja sebegai pelayan bar, yang sekaligus bersedia memberikan pelayanan seks kepada para pengunjug.
  5. Gadis Juvenil Deliquent. Gadis muda jahat yang didorong oleh emosi yang tidak matang dan keterbelakangan intelek, serta pasif. Muah menjadi pecandu minuman keras atau narkoba, sehingga mudah tergiur untuk melakukan perbuatan immoral seksual dan pelacuran.
  6. Gadis Binal (free girls). Gadis sekolah atau putus sekolah, akademi dan fakultas,yang berpendirian menyebarluaskan kebebasan seks secara ekstrim untuk mendapatkan kepuasan seksual.
  7. Taxi Girls. Wanita atau gadis panggilan yang ditawarkan dan dibwa ketempat plesiran dengan taksi atau becak.
  8. Penggali Emas (gold-digger). Gadis atau wanita cantik, ratu kecantikan, pramugari, penyanyi, aktris anak wayang dll. Pada umumnya mereka sulit untuk diajak bermain seks, yang diutamakan dengan kelihaiannya dapat menggali emas dan kekayaan dari kekasihnya.
  9. Hostess (pramuria). Gadis atau wanita yang menyemarakkan kehidupan malam dan nightclub dan merupakan bentuk pelacuran halus. Hostess harus melayani makan, minum dan memuaskan naluri seks sehingga pelanggan dapat menikmati keriaan suasana tempat hiburan.
  10. Promikuitas. Hubungan seks secara bebas dan awut-awutan dengan sembarangan pria juga dilakukan dengan banyak lelaki.
Seks dan pelacuran
Perubahan social yang diakibatkan oleh perkembangan tehnologi, ilmu pengetahuan serta komunikasi di dunia dewasa ini akan mempengaruhi kebiaaan hidup manusia. Disamping itu sekaligus mempengaruhi pola-pola seks yang konvensional (menurut adapt yang berlaku). Pelaksanaan seks banyak dipengaruhi oleh penyebab perubahan social antara lain : urbanisasi, mekanisasi, alat kontrasepsi, pendidikan, demokratisasi fungsi wanita dalam masyarakat dan moderenisasi. Efek sampingan dari dampak tersebut adalah keluar dari jalur konvensional kultur. Pola seks dibuat menjadi hypermoderm dan radikal sehingga bertentangan dengan seks yang konvensional, dan menjadi seks bebas yang campur aduk dan tidak ada bedanya dengan pelacuran. Bagi mereka yang tidak mampu menghayati kepuasan seks sejati, seks bebas tidak akan memperoleh kepuasan. Ahkikatnya orang adalah budak dari dorongan seksual, dan apabila tidak menghayati arti dan keindahan kehidupan erotik sejati, maka yang bersangkutan akan menjadi pecandu seks. Sedangkan alas an yang diberikan oleh para panganjur seks bebas antara lain sebagai berikut :
Dorongan seks timbul secara alami seperti rasa lapar dan haus. Pemuasannya harus bersifat natural. Tabu dan regulasi seks bersifat artificial (buatan), berlebihan
Seks mengisi setiap fase kehidupan, oleh sebab kebebasan seks harus diekspresikan dengan bebas penuh, untuk memperkaya kepribadian. Oleh sebab itu setiap restriksi (pembatasan) terhadap kegiatan seks pasti menghambat pembentukan kepribadian. Tabu seks merupakan produk dari dogmatis religius, yang menganggap seks sebagai sumber dosa dan noda yang menimbulkan rasa malu dan bukan sebagai sumber kenikmatan.
Kegiatan seks adalah masalah diri pribadi dengan partnernya, maka orang lain tidak berhak mencampuri urusan tersebut.
Perkawinan dengan segala undang-undangnya mengakibatkan kompulsi (paksaan psikologi) yang mengakibatkan kegagalan dan kegoncangan dalam kontak pribadi dengan partnernya.
Ciri dan fungsi pelacur.
Pada umumnya di desa-desa tidak terdapat pelacur, jika ada mereka merupakan pendatang dari kota. Di kota-kota jumlah pelacur sekitar 1 sampai 2% dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut sudah termasuk yang tersamar atau gelap atau bersifat non professional, dari tingkat bawah sampai tingkat tinggi. Mereka beroperasi bersempunyi-sembunyi secara individual atau bergabung dalam satu sindikat. Profesi pelacur dijalankan dengan kondisi sebagai berikut :
  1. melakukan profesinya secara sadar dan suka rela, berdasarkan motifasi tertentu.
  2. Dijebak dan dipaksa oleh germo-germo yang terdiri dari penjahat, calo, anggota organissi gelap penjual wanita dan pengusaha bordil.
Sedangkan cirri-ciri dari pelacur adalah sebagai berikut :
  1. bila yang mengawaki disebut pelacur, dan bila pria disebut gigolo.
  2. Cantik (ganteng), rupawan, manis, atraktif menarik wajah dan tubuhnya, dapat merangsang selera seks lawan jenisnya.
  3. Masih muda dibawah 30 tahun
  4. Pakaian sangat menyolok, seksi, eksentrik untuk mensrik perhatian lawan jenisnya.
  5. Mereka memperlihatkan penampilan lahiriah seperti : wajah, rambut, pakaian, alat kosmetik, parfum yang merangsang.
  6. Menggunakan teknis seksual yang mekanistis, cepat, tanpa emosi dan afeksi, tidak pernah mencapai organsme, sangat provokatif, dilakukan secara kasar.
  7. Bersifat mobil sering berpindah-pindah dari kota satu ke kota lainnya.
  8. Biasanya berasal dari strata ekonomi dan social rendah, tidak mempunyai ketrampilan khusus, berpendidikan rendah. Sedangkan pelacur kelas tinggi biasanya berpendidikan tinggi, beroperasi secara amateur atau professional.
Fungsi pelacur yaitu menjadi sumber eksploitasi bagi kelompok-kelompok tertentu, khususnya bagi mereka yang memberikan partisipasi. Pada umumnya masyarakat menolak adanya pelacuran, tetapi dalam kenyataannya mereka tidak bisa mengelak dan harus menerimanya . kedudkukan social pelacur sangat rendah, tugasnya memberikan pelayanan seks kepada kaum pria, namun demikian ada beberapa fungsi yang tergolong positif sifatnya, bagi masyarakat. Fungsi yang dimaksud dapat dijadikan katup pengaman yang secara jujur diakui, sebab dapat dijadikan sebagai berikut :
  1. Sumber pelancar dalam dunia business.
  2. Sumber ksenangan dari kaum yang harus berpisah dari istrinya.
  3. Sumber hiburan individu atau kelompok
  4. Sumber pelayanan dan hiburan bagi orang cacat (misalnya pria yang wajahnya buruk, pincang, abnormal seksualnya dan para penjahat).
Dalam menjalankan fungsinya para pelacur tersebut berlatar belakang menderita lemah mental, penghayal dan psikopat, atau dengan kata lain rohaninya tidak sempurna. Oleh sebab itu kehidupannya pada umumnya dihiasi dengan kemewahan semu berupa pakaian yang gemerlapan, makanan yang lezat dan berlimpah, berganti-ganti partner, tanpa ikatan, tanpa tanggung jawab.
Akibat-akibat pelacuran
Praktek-praktek pelacuran biasanya ditolak oleh masyarakat dengan cara mengutuk keras, serta memberikan hukuman yang berat bagi pelakunya. Namun demikian ada anggota masyarakat yang bersifat netral dengan sikap acuh dan masa bodoh. Disamping itu ada juga yang menerima dengan baik. Sikap menolak diungkapkan dengan rasa benci, jijik, ngeri, takut dll. Perasaan tersebut timbul karena prostitusi dapat mengakibatkan sebagai berikut. :
  1. Menimbulkan dan menyebarkan penyakit kelamin dan penyakit kulit. Penyakit kelamin tersebut adalah sipilis dan gonorrgoe. Keduanya dapat mengakibatkan penderitanya menjadi epilepsi, kelumpuhan, idiot psikotik yang berjangkit dalam diri pelakunya dan juga kepada keturunan.
  2. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakan.
  3. Memberi pengaruh demoralisasi kepada lingkungan, khususnya remaja dan anak-anak yang menginjak masa puber.
  4. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan minuman keras dan obat terlarang (narkoba).
  5. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama.
  6. Terjadinya eksploitasi manusia oleh manusia lain yang dilakukan oleh germo, pemeras dan centeng kepada pelacur.
  7. Menyebabkan terjadi disfungsi seksual antaralain : impotensi, anorgasme.
Penanggulangan prostitusi
Prostitusi merupakan masalah dan patologi sosial sejak sejarah kehidupan manusia sampai sekarang. Usaha penanggulangannya sangat sukar sebab harus melalui proses dan waktu yang panjang serta biaya yang besar. Usaha mengatasi tuna susila pada umumnya dilaukan secara preventif dan represif kuratif.
Usaha yang bersifat preventif diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya pelacuran. Kegiatan yang dimaksud berupa :
  1. Penyempurnaan undang-undang tentang larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran.
  2. Intensifikasi pendidikan keagamaan dan kerohanian, untuk menginsafkan kembali dan memperkuat iman terhadap nilai religius serta norma kesusilaan.
  3. Bagi anak puber dan remaja ditingkatkan kegiatan seperti olahraga dan rekreasi, agar mendapatkan kesibukan, sehingga mereka dapat menyalurkan kelebihan energi.
  4. Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita disesuaikan dengan kodratnya dan bakatnya, serta memberikan gaji yang memadahi dan dapat untuk membiayai kebutuhan hidup.
  5. Diadakan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan keluarga.
  6. Pembentukan team koordinasi yang terdiri dari beberapa instansi dan mengikutsertakan masyarakat lokal dalam rangka penanggulangan prostitusi.
  7. Penyitaan, buku, majalah, film, dan gambar porno sarana lain yang merangsang nafsu seks.
  8. Meningkatkan kesejahteraan seks.
Sedangkan usaha-usaha yang bersifat represif kuratif dengan tujuan untuk menekan, menghapus dan menindas, serta usaha penyembuhan para wanita tuna susila, untuk kemudian dibawa kejalan yang benar. Usaha tersebut antara lain sebagai berikut :
  1. Melakukan kontrol yang ketat terhadap kesehatan dan keamanan para pelacur dilokalisasi.
  2. Mengadakan rehabilitasi dan resosialisasi, agar mereka dapat dikembalikan sebagai anggota masyarakat yang susila. Rehabilitasi dan resosialisasi dilakukan melalui pendidikan moral dan agama, latihan kerja, pendidikan ketrampilan dengan tujuan agar mereka menjadi kreatif dan produktif.
  3. Pembinaan kepada para WTS sesuai dengan bakat minat masing-masing.
  4. Pemberian pengobatan (suntiakan) paa interval waktu yang tetap untuk menjamin kesehatan dan mencegah penularan penyakit.
  5. Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yangbersedia meninggalkan profesi pelacur, dan yang mau memulai hidup susila.
  6. Mengadakan pendekatan kepada pihak keluarga dan masyarakat asal pelacur agar mereka mau menerima kembali mantan wanita tuna susila untuk mengawali hidup barunya.
  7. Mencarikan pasangan hidup yang permanen (suami) bagi para wanita tuna susila untuk membawa mereka ke jalan yang benar.
  8. Mengikutsertakan para wanita WTS untuk berpratisipasi dalam rangka pemerataan penduduk di tanah air dan perluasan esempatan bagi kaum wanita.


0 komentar:

Posting Komentar